Rabu, 02 Juni 2010

Menafsiri al-qur'an

memahami Al-Quran dan Al-Hadist diperlukan ilmu yang mumpuni terutama terkait dengan lughot 'arobiy.
Maka tak heran bila dalam disiplin ilmu syar'i, nahwu dan shorof menjadi cabang ilmu yang sangat vital dan mutlak dikuasai bila ingin menjabarkan kandungan Al-Quran dan Al-Hadist. Namun, apakah itu saja cukup ?Tidak, bekal kefahaman matang qoi'dah lughot 'arobiy belumlah cukup. Nahwu dan shorof merupakan ilmu lisan. Pemahaman Al-Quran dan Al-Hadist dengan ilmu lisan tanpa ilmu akal (sebagai representasi dari dalil 'aqli) akan menimbulkan kesalahan pemahaman dan akibatnya menjerumuskan. Karenanya, ilmu balaghoh dan manthiq mutlak dibutuhkan. Dan bila lisan dan akal seimbang, maka setidaknya tercukupilah salah satu syarat untuk mengupas Al-Quran dan Al-Hadist.Namun, sangat disayangkan, zaman sekarang banyak orang dengan tanpa bekal ilmu yang mumpuni (dengan mengandalkan terjemah)mengutip dari sana-sini, berkoar tanpa dasar. Mungkin benar adanya bila ada yang mengatakan bahwa banyak umat saat ini belajar ilmu agama hanyalah setengah-setengah tidak sampai usai. Akibatnya, apa yang ia omongkan hanyalah berada di lisan (lisannya pun belum tentu matang berilmu) dan akalnya berjalan tanpa landasan.Di akhir zaman akan muncul orang2 yang ahli bicara namun fitnah bertebaran di mana-mana, demikian beberapa hadist mengungkapkan, dan itu memang tak terbantahkan. Barokah ilmu yang makin suram membuat manusia menjadi wayang syaitan. Sangat ironi, ahli ilmu yang seharusnya ditakuti (oleh iblis) justru menjadi abdinya. Atau mereka hanya mengaku ahli ilmu ?Dan kenyataannya, berawal dari akal dan lidah merekalah kecemasan, pertengkaran, perang dingin, penghujatan, dan perdebatan meremas wibawa umat muslim di negeri ini. Jelas, bukan cahaya temaram seharusnya yang dihasilkan oleh ilmu. Tapi, "gelap" ini, siapa yang memulai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

b,i,a